Suryani duduk dengan batik melilit tubuhnya dan kebayanya dan sanggulnya masih tetap rapai. Mereka harus pulang kembali ke desa setelah seharian menghadiri pesta adiknya. Baru saja dia naik ke boncengan sepeda motoryang dikenderai oleh anak sulungnya Totok, tiba-tiba halilintar menggelegar. Sementara perjalanan kembali ke desanya memakan waktu dua jam.
“Ayo buk buk, cepat naik, semoga kita bisa cepat di desa simpang tiga agar kita bisa ke warung bulek,” kata Totok.Suryani pun naik ke boncengan dan kenderaan melaju. Totok yang baru mendaftar di SMU besoknya harus mulai masuk sekolah. Kenderaan pun melaju dikenderai Totok anak semata wayang itu.
“Ayo buk buk, cepat naik, semoga kita bisa cepat di desa simpang tiga agar kita bisa ke warung bulek,” kata Totok.Suryani pun naik ke boncengan dan kenderaan melaju. Totok yang baru mendaftar di SMU besoknya harus mulai masuk sekolah. Kenderaan pun melaju dikenderai Totok anak semata wayang itu.
Belum setengah jam berjalan, hujan seperti tercurah deras dari langit. Demikian lebat, seperti tidak ada aba-aba yang diawali dengan gerimis. Kabut berseliweran. Udara yang dingin di pegunungan itu pun menjadi semakin dingin. Cepat Totok turun dan mengambil mantel hujan dan mereka mengenakannya. Walau sudah sempat kuyup, mereka berharap, udara tidaklah terlalu dingin bila mengenakan mantel hujan. Kenderaan kembali melaju dan jalan tanah itu menjadi licin. Sepeda motor bebek yang mereka kendarai berjalan meliuk-liuk. Saat menurun, sedikit agak tajam, walau sudah di rem, kenderaan terus melaju dan meliuk-liuk lalu
mereka terjatuh ke lembah yang berkedalaman berkisat tujuh meter.
mereka terjatuh ke lembah yang berkedalaman berkisat tujuh meter.
Untung saja kenderaan mereka tidak rusak, namun mantel mereka robek dan kain batik Suryani juga robek lebar, sedang [pergelangan kaki kabnannya terkilir atau keseleo. Suryani meraung. Ketika di papah, dia tetap susah berjalan bahkan tak bisa berjala. Totok menutupi tubuh ibunya dengan mantel dan dia dudukkan ibunya di bawah pohon sawit. Totok membenahi sepeda motornya dan didorong ke sebuah pondok 10 meter dari tempat mereka terjatuh. Totok kembali keoada ibunya. Ibunya yang mungil, kecil, putih dengan mudah dibopong oleh Totok.
Suryani memeluk Totok anak tunggalnya itu dengan kuat. Kebayanya yang lepas kancingnya, menempel ke dada Totok dan Totok saat membopong ibunya sebelah tangannya
berada di tengkuk ibunya dan sebelah kanan tangannya memeluk paha ibunya yang putih mulus. Inikah kesalahan atau kebetulan? Iblis mana yang membuatnya tiba-tiba
bernafsu dan jakarnya jadi menggeliat, entahhlah. Pada pondok ada tempat duduk. Di sana mereka duduk dan Totok melepaskan mantel hujan yang menutupi tubuh ibunya. Totok melihat jelas Bra ibunya, karena kebayanya yang terlepas kancingnya.
berada di tengkuk ibunya dan sebelah kanan tangannya memeluk paha ibunya yang putih mulus. Inikah kesalahan atau kebetulan? Iblis mana yang membuatnya tiba-tiba
bernafsu dan jakarnya jadi menggeliat, entahhlah. Pada pondok ada tempat duduk. Di sana mereka duduk dan Totok melepaskan mantel hujan yang menutupi tubuh ibunya. Totok melihat jelas Bra ibunya, karena kebayanya yang terlepas kancingnya.
“BUka saja bajunya bu, biar diperas, nanti ibu masuk angin,” kata Totok. Seperti kerbau dicucuk hidungnya, Suryani membuka kebayanya dan Totok memerasnya. Dari bawah tempat duduk sepeda motornya, Totok mengambil dua buah kain lap yang masih kerang yang biasa digunakan untuk mencuci sepeda motr. Dengan kain lap itu, Totok melap tubuh ibunya. Saat tiba di dada ibunya, dia hampir saja behenti karena takut atau segan. Tiba-tiba pula rasa segan dan malu itu hilang dan dia pun melap belahan dada ibunya. Tidak sampai disitu saja, dia lepas pengait Bra ibunya dan lepaslah semuanya, hingga Totok melap tetek ibunya.
Sementara gubuk yang mereka tempati semakin gelap dan berkabut. “Kamu melihat apa?” Suryani memecah keheningan. Totok tersadar.
Sementara gubuk yang mereka tempati semakin gelap dan berkabut. “Kamu melihat apa?” Suryani memecah keheningan. Totok tersadar.
“Oh… tidak Bu. Aku hanya kagum pada tetek ibu. Bukan hanya pada tetek ibu, tapi pada semua yang ada pada ibu,” kata Totok. Diapun memakaikan kembali pakaian ibunya, walau tanpa Bra lagi. Totok juga memeras bajunya sendiri. “Kainnya juga diperas ya Bu, biar tak masuk angin,” kata Totok. Suryani yang masih menganggap anaknya seperti anak-anak dan selalu dimanjanya itu, lupa kalau Totok anaknya itu sudah berusia 17 tahun. Suryani pun diam saja, saat Totok melepas stagen,kemudian melepas kain batiknya. Totok memerasnyam kemudian melirik CD putih yang dikenakan ibunya yang berusia 38 tahun itu. Pahanya yang putih mulus, dimana tanpa sepengetahuan Suryani, Toto selalu mengintipnya saat dia mandi dan membuat Totok selalu onani membayangkan ibunya. Setelah kain batik itu diperas sekuat mungkin dan airnya tercurah, Toto kembali melilitkan kain itu ke tubuh ibunya dengan asal- asalan.
Toto benar-benar tegangh, tidak tau bagaimana harus memulainya, sebab dia sudah lama sekali ingin menyetubuhi ibunya, dan dia selalu membenci ayahnya, bila dia melihat ibu dan ayahnya mesra berduaan di rumah. Sebuah kesempatan bagi Toto, begitu melihat tubugh ibunya mengggigil kedinginan. Di peluknya tubuh ibunya yang kedinginan itu. Saat berpelukan itulah Totok mengeluarkan penisnya yang sudah menegang. Dengan cekatan, Totok kembali melepas kain batik ibunya, kemudian menguakkan celana dalam ibunya.
“Tok… kenapa? Apa yangh kamu perbuat, aku ini ibumu, lho…” bentak Suryani. Tapi dia tidak bisa bergerak, karena pergelangan kaki kanannya mulai membengkak karena keseleo. Toto dia saja. Dia penganut sedikit bicara banyak kerja. Dari selah-selah celana dalam yang terkuak itulah Totok menusukkan penisnya.
“Totok… kamu ini sudah keterlaluan. Ayah aku akan laporkan kepada ayahmu,” bentak Suryani sekuat-kuatnya Namun suaranya kalah dengan suara derasnya hujan dan suara guruh yang tak henti. Suryani pun memukuli tubuh Totok berkalikali. Suryani meronta. Namun saat merionta itu, membuat penis Totok semakin dalam memasuki ruang gelap ibunya.
Totok megangkat tubuh ibunya dan dia duduk di sebuah bangku dan dipeluknya ibunya yang berada di atas mengangkangi tubuhnya. Diciuminya leher ibunya, seperti apa yang selalu dia saksikan dalam film-film biru yang selalu mereka tonton bersama teman-temannya di sebuah tempat rahasia.
“Bu.. aku mencintaimu. Aku sudah lama sekai menginginkan seperti ini,” kata Totok ke telinga Suryani. Totok terus menjilati leher ibunya dan meremas-remas teteknya dengan sebelah tangan, sementara tangan sebelahnya lagi kuat memeluk ibunya.
Suryani sudah tidak lagi memeukuli anaknya. Dia sudah kelelahan. Totok terus menekan penisnya ke dalam lubang ibunya. Celana dalanm putih ibunya yang sudah agak usang itu pun dia robek, hingga tak ada lagi penghalang. Sentuhan kulit paha ibunya dan kulitnya sendiri semakin melengket. Rasa dingin menjadi hangat, saat tetek Suryani dan dada Totok melekat jadi satu. Totok pun mulai mengecup bibir ibunya. Mulanya diam, namun lama-kelamaan apakah sadar atau tidak, Suryani membalas juga lumatan bibir anaknya, bahkan lidah mereka sudah saling bertautan.
Perlahan-lahan saat Totok diam, dia merasakan tubuh ibunya mengeliat dan Totok merasakan pantat ibunya mulai bergoyang. Dalam hati Totok tersenyum. “Ibu, aku mencintaimu. Aku cemburu pada ayah. Aku tak mampu melihatmu bermesraan berdua…” kata Totok berbisik sembari menjilati cuping telinga Suryani. Suryani diam saja.
Dia tak menjawab. Jawabannya, Suryani semakin kencang memutar-mutar pinggulnya, hingga penis Totok menggesek-gesek dinding rahimnya. “Ah… kamu nakal sekali….” rintih Suryani sat pingulnya terus menggeliat-geliat. “Jangan lapor ke Ayah, ya Bu…” nalas Totok memeluk ibunya dengan kuat. “Aku pasti lapor….” kata ibunya, semakin bergairah. Mereka pun saling memekluk saling menjilat dan saling menggigit. “Kamu nakal nak…” kata Suryani mendesah.
“Ibu lebih nakal…” kata Totok dan memeluknya semakin kuat. “Huuuuhhhhh….” “Aku sudah mau keluar Bu…” “Tunggu bentaaaaaarrrrrr….” “Gak t ahan lagi BU….” “:Bennnntttttaaaaaarrrrrr… “Buuuuu……”
“Ibu lebih nakal…” kata Totok dan memeluknya semakin kuat. “Huuuuhhhhh….” “Aku sudah mau keluar Bu…” “Tunggu bentaaaaaarrrrrr….” “Gak t ahan lagi BU….” “:Bennnntttttaaaaaarrrrrr… “Buuuuu……”
Saat itu Suryani menekan kuat tubuhnya, hingga penis Totok benarpbenar berada di ujung rahin ibunya dan hangtat. “Terseraaaaaahhhhhh…..” Suryani berhenti bergoyang, tapi malah sebaliknya demikian kuat memeluk anaknya dan menciumi leher anaknya itu bertubi-tubuh. Saat itu dia merasakan dia mengeluarkan sesuatu dari tubunhnya, tak lama kemudian dia merasakan ada cairan hangat beberapa kali nyemprot dari kemaluan anaknya. Diam… Hening…
“Kamu nakal sekali. Kepada ibumu pun kamu bisa berbuat seperti ini. Dasar anak kurang ajar,” kata Suryani mencubit pipi Totok sembari tersenyum. Totok menjawabnya dengan sebuah kecupan di bibirnya. Lalu penisnya pun mengecil dan lepas dari vagina ibunya. “Aku mencintaimu, Bu. Aku membenci ayah…” katanya lirih. “Kamu tak boleh membencinya. Kamu ada, karena dia ada,” kata Suryani sembari membenahi pakaiannya. “Bu… Aku mencintaimu. Aku ingin terus seperti ini,” kata Totok. “Hmmm. Enak aja kamu,” kata Suryani dan kembali memijat hidung anaknya dan tersenyum.Hujan lama kelaqmaan berhenti, tinggal rintik. Walau rintik, kadung sudah basah kuyup mereka bersepakat untuk menerobos saja agar cepat sampai di rumah. Dengan perlahan-lahan mereka mengenderai sepeda motor untuk pulang dan Totok diminta hati-hati karena pergelangan kakinya masih sangat sakit.
“Begitu dong, Bu. Peluk yang kuat dan semesra mungkin,” kata Totok, saat Ibunya memeluk pinggangnya karean takut jatuh. Mendengar ucapan Totok, Suryani mencubit pinggang anaknya. Keduanya terkekeh tertawa. Suryani juga tertawa karean senang. Sudah empat tahun dia sudah mendapatkan kepuasan dari suaminya yang pemabuk itu. Tapi suaminya tetap saja bangga, karean setiap kali selesai bersetubuh dengan suamintya, Suryani tetap memuji kehebatan suaminya, walau dalan hatinya dia menjerit pedih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar